Sampai saat ini, pemakaian antibiotik pada kasus
diare masih mencapai 80% sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberi
antibiotik hanya sekitar 20%, sangat tidak rasional (berdasarkan hasil
presentasi pada kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia tahun 2008)
Apakah
setiap anak diare harus diberikan antibiotik?
Tidak,
karena tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya
diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera,
atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali
ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau
Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika
antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman
terhadap antibiotik.
Mengapa
tidak boleh memberikan antibiotik?
Selain
bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora
normal yang justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari penggunaan antibiotik
yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare
yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya
pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.
Kenapa
anti diare tidak boleh diberikan?
Ketika
terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan motilitas atau
pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak
gerakan dan berbunyi. Anti diare akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran
yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti diare
dapat menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan operasi.
Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.
Siapa
yang berhak memberi resep untuk antibiotik?
Resep
antibiotik seharusnya hanya boleh dikeluarkan oleh dokter. Namun di
daerah-daerah terpencil dimana tenaga dokter belum tersedia maka petugas
kesehatan lainnya seperti bidan/perawat dapat memberikannya setelah mendapat
pelimpahan wewenang dari dokter puskesmas atau jika mereka sudah mendapatkan
pelatihan tatalaksana diare seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).