Senin, 21 November 2011

WASPADAI FLU BURUNG…!!!!


Apa Itu Flu Burung ?
Flu burung adalah penyakit menular dikalangan hewan (unggas dan babi) yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1). Virus ini juga dapat menyerang manusia.

Bagaimana Cara Menularnya ?
Menular dari unggas ke unggas dan dari unggas ke manusia melalui air liur, lendir, dan kotoran unggas yang sakit. Menular melalui udara yang tercemar oleh virus H5N1 yang berasal dari kotoran unggas yang sakit

Apa Tanda / Gejalanya ?











Apa yang Harus Dilakukan ?
 

Jika ada gejala tsb segera periksa ke dokter puskesmas/Rumah Sakit sebelum 2x24 jam (2 Hari)!!!

Jangan lupa menyampaikan kepada dokter/perawat apabila ada unggas yg sakit/mati mendadak di lingkungan anda




5 Langka Mencegah Tertular Flu Burung


1. CUCI tangan dengan air dan sabun hingga bersih!
Biasakan untuk sering mencuci tangan, terutama sebelum / sesudah makan






2. Pisahkan Unggas dari manusia (Jauhkan unggas dari lingkungan rumah untuk menghindari kemungkinan menularnya virus flu burung).

Bersihkan kandang UNGGAS dari kotoran & disemprot dengan air sabun

Segera pergi ke klinik terdekat/puskesmas/rumah sakit jika menemukan gejala flu burung sebelum 48 jam(2 hari) !!!

3. Jangan lupa menyampaikan kepada dokter/perawat apabila ada unggas yg sakit/mati mendadak di lingkungan anda!


 


4. Sebelum dikonsumsi, daging dan telur unggas dimasak hingga matang


5. Laporkan ke RT/RW, petugas dinas pertanian setempat jika ada unggas yang sakit/mati mendadak !!! sangat penting untuk menghindari penyebaran virus flu burung

Siapa yang Berisiko Tinggi terhadap Flu Burung ? 
Orang yang kontak dengan unggas/produk unggas (telur, bulu, lendir,darah, kotoran.dll)
·          Pemotong/penjual/pembeli unggas
·          Pemelihara unggas
·          Petugas laboratorium/tenaga medis yang menangani pasien fFu Burung
·          Pekerja peternakan/petugas peternakan

Apa Tindakan yang Harus Dilakukan bagi yang beresiko ?
Selalu memakai pakaian pelindung, termasuk masker, jas laboratorium, sarung tangan dan kacamata(Goggles) pada saat bekerja.

Setelah selesai, lepaskan semua pelindung dan cuci tangan dengan sabun/desinfektan dan air

Cucilah tangan dengan air dan sabun tiap kali sesudah bersentuhan dengan unggas

Rabu, 16 November 2011

PENGENDALIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI INDONESIA.


Pendekatan dalam pengendalian penyakit tidak menular termasuk PPOK dilaksanakan melalui kerangka kerja bertahap dengan pendekatan praktis dan fleksibel, terdiri dari 3 (tiga) langkah perencanaan utama dan 3 (tiga) langkah implementasi utama (WHO, 2005).


Langkah perencanaan pertama adalah menilai profil faktor risiko dan besaran masalah kasus PPOK di populasi. WHO menganjurkan Surveilans Epidemiologi faktor risiko dengan pendekatan STEP wise. Langkah ini diikuti dengan advokasi kepada penentu kebijakan melalui penyediaan informasi tentang kecenderungan kasus PPOK dan faktor risiko serta ketersediaan intervensi yang efisien dan efektif dalam pengendalian PPOK.

Langkah perencanaan kedua, menyusun dan mengadopsi kebijakan pengendalian penyakit tidak menular yang didasarkan pada prinsip-prinsip: komprehensif, terintegrasi, sepanjang hayat dengan melibatkan sektor terkait .

Langkah perencanaan ketiga adalah identifikasi cara yang paling efektif untuk mengimplementasi kebijakan. Kombinasi intervensi yang dipilih adalah yang mempunyai daya ungkit paling besar untuk menjadikan kebijakan secara praktis dapat dilaksanakan. Langkah implementasi kebijakan ini meliputi langkah inti (core), langkah ekspansi (expanded) dan langkah yang diinginkan (desirable).

Kebijakan-kebijakan yang perlu diidentifikasi dan diimplementasikan adalah pembiayaan kesehatan, peraturan-peraturan (dibidang tembakau/lingkungan), advokasi untuk mendapat dukungan pencegahan, penggerakan peran serta masyarakat, penyelenggaraan dan pengorganisasian pelayanan kesehatan.

Program pengendalian PPOK, meliputi:
1.  Penyuluhan (KIE), bertujuan untuk meningkatnya partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam pencegahan PPOK
2.       Kemitraan,
            Tujuan
Umum  : Meningkatnya ketersediaan informasi dan kerjasama aktif seluruh potensi di lingkungan pemerintah dan masyarakat untuk menekan kecenderungan peningkatan kejadian PPOK dan pajanan faktor risiko.
            Khusus :
a.    Meningkatnya komitmen pemerintah dan berbagai mitra potensial di masyarakat dalam upaya pengendalian PPOK
b. Adanya sinergi dan keterpaduan dalam berbagai kegiatan pengendalian PPOK
c.    Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam pencegahan PPOK
3.  Perlindungan Khusus, bertujuan untuk memberikan perlindungan dan menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko PPOK.
4.       Penemuan dan Tatalaksana Kasus (termasuk deteksi dini PPOK),
Tujuan:
a.  Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko PPOK
b.    Terlaksananya penegakkan diagnosis dan tatalaksana pasien PPOK sesuai standar
c.     Menurunnya angka kesakitan dan kematian PPOK
5.       Surveilans Epidemiologi (kasus termasuk kematian dan faktor risiko),
 a. Surveilans Kasus
                Tujuan
a. Terselengaranya pengumpulan data kasus (termasuk kematian) PPOK
b.  Terselenggaranya pengolahan data dan analisis data kasus PPOK
c. Terselenggaranya diseminasi informasi hasil kajian/analisis kasus PPOK
d.  Terselenggaranya rencana tindak lanjut.
 b. Surveilans Faktor Risiko
Tujuan
a. Terselengaranya pengumpulan data (survei secara berkala) mengenai faktor risiko PPOK
b.  Terselenggaranya pengolahan dan analisis data faktor risiko perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan PPOK
c.   Terselengaranya pemetaan faktor risiko menurut kabupaten/kota
d. Terselengaranya diseminasi informasi hasil kajian/analisis faktor risiko perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan PPOK
e.  Terselengaranya rencana tindak lanjut.
6.  Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pencegahan PPOK melalui kajian aspek sosial budaya dan perilaku masyarakat, dan
Tujuan
a.  Diketahuinya gambaran sosial-budaya dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan PPOK serta faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat tersebut di masing-masing kabupaten/kota.
b.  Meningkatnya pemberdayaan atau partisipasi masyarakat dalam pencegahan PPOK
7.       Pemantauan dan penilaian.
Tujuan
a. Terlaksananya kegiatan fasilitasi upaya peningkatan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pengelola program, dokter dan paramedis, mitra kerja dan stakeholder lainnya dalam pengendalian PPOK
b. Terlaksananya kegiatan fasilitasi upaya peningkatan keinginan untuk kemajuan diantara pengelola program dan petugas kesehatan dalam pengendalian PPOK
c. Terlaksananya pemantauan, penilaian, supervisi/bimbingan teknis dan monitoring pelaksanaan dan pencapaian program
d. Terlaksananya upaya untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program.

Selasa, 08 November 2011

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (non-communicable disease). Perubahan ini dapat dilihat pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2000, dimana penyebab kematian tertinggi diantara Orang Dewasa adalah Penyakit Kardio-vaskuler (Depkes RI, 1997 dan 2000). Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk menanggulangi penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).

1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
b.    Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c.    Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan, dan tempat kerja)
d.   Sesak pada saat melakukan aktivitas
e.    Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

2. Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat) PPOK
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, PPOK sedang, dan PPOK berat)

3. Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik
            Faktor risiko penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah hal-hal yang
berhubungan dan atau yang mempengaruhi/menyebabkan terjadinya PPOK pada
seseorang atau kelompok tertentu.
            Faktor risiko tersebut meliputi:
a.    Faktor pejamu (host), meliputi genetik, hiper responsif jalan napas dan pertumbuhan paru
b.    Faktor perilaku (kebiasaan) merokok, dan
c.    Faktor lingkungan (polusi udara).

4. Tatalaksana PPOK
Tata laksana PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya.
.
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
a. Pemberian obat-obatan
1) Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik
2) Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
3) Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
4) Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simptomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
5) Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

b. Pengobatan penunjang
1) Rehabilitasi
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
c) Latihan fisik dan respirasi
d) Nutrisi
2) Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualiti hidup
3) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
4) Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
5) Vaksinasi influensa
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi
influensa diberikan pada:
a) Usia diatas 60 tahun
b) PPOK sedang dan berat