Selasa, 23 Agustus 2011

KONSELING APOTEKER


Pharmaceutical Care


Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.

Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:

  1. Penyusunan informasi dasar atau database pasien.
  2. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment).
  3. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
  4. Implementasi RPK.
  5. Monitoring Implementasi.
  6. Tindak Lanjut (Follow Up).
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

Konseling


Konseling kefarmasian yang merupakan usaha dari apoteker di dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan yang umumnya terkait dengan sediaan farmasi agar masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi masyarakat itu sendiri. Konseling kefarmasian bukan sekedar PIO atau konsultasi tapi lebih jauh dari itu. Dan untuk mendapatkan konseling yang efektif, para apoteker praktisi harus selalu melatih menggunakan teknik-teknik koseling yang dibutuhkan pada praktek komunitas.

Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
  2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
  3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open ended question).

Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien:

      1.    Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
Persoalan apa yang harus dibantu?
Apa yang harus dilakukan?
Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?
      2.    Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya?
Berapa lama anda terus menggunakannya?
Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
Apa artinya ‘tiga kali sehari’ bagi anda?
      3.    Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
Pengaruh  buruk     apa  yang  dikatakan  dokter  kepada  anda  untuk diwaspadai?
Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?
Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?
Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?

Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan katakan) untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan dipahami oleh pasien terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat dilakukan dengan menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
‘sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang kelupaan, silakan diulangi bagaimana anda menggunakan obat anda’.

Dalam proses konseling harus melibatkan evidence based practice. Pada evidence based medicine, pengobatan didasarkan pada bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan sedangkan evidence based practice bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat praktek profesi dilakukan. Dengan demikian, perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dll mungkin akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi dan hasil. Agar tetap menghasilkan praktek profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam praktek profesi sesuai kebutuhan.


Setiap apoteker bisa jadi memiliki kebutuhan yang berbeda dalam skill dan knowledge, hal ini tergantung dari banyak hal termasuk model, manajemen, orientasi, tempat dll. Tetapi semua mempunyai kesamaan dalam standar profesi. Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yang ajeg adalah Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai praktek profesi yang telah dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba, yang ujung-ujungnya membuat susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus diuji cobakan secara luas dan propesional sebelum dijadikan standar secara nasional.


Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan apoteker dalam memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi pasien dapat dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat pasien menebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui telepon atau internet. Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus mendorong pasien untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin.

Minggu, 14 Agustus 2011

Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Rumah Sakit


Pengertian Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan peberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengelolaan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat.

Tujuan :
  1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. 
  2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. 
  3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT(Panitia Farmasi dan Terapi)/KFT(Komite Farmasi dan Terapi).
Ruang Lingkup Pelayanan :
  1. Pelayanan meliputi: menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, membantu unit lain dalam mendapat informasi obat, menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat, mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium 
  2. Pendidikan (terutama pada RS yang berfungsi sebagai RS pendidikan) meliputi: mengajar dan membimbing mahasiswa, memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat, mengkoorninasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat, membuat/menyampaikan makalah seminar/simposium 
  3. Penelitian meliputi: melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat (EPO), melakukan penelitian penggunaan obat baru, melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, melakukan kegiatan program jaminan mutu
Sasaran Informasi Obat
  1. Pasien dan atau keluarga pasien 
  2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dll 
  3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll
Persyaratan SDM
  1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan. 
  2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan evaluasi sumber informasi, 
  3. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar RS, metodelogi penggunaan data elektronik. 
  4. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat. 
  5.  Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Metode PIO
  1.  PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan dengan kondisi RS. 
  2.  PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang di luar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang  tugas jaga. 
  3. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada PIO diluar jam kerja. 
  4. Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja. 
  5. Tidak ada apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi RS. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan PIO

Sarana ideal untuk PIO, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti :
  1. Ruang kantor 
  2. Ruang rapat 
  3. Perpustakaan 
  4. Komputer 
  5. Telepon dan faksimili 
  6. Jaringan internet, dll 
  7.  In house data base
Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan PIO dapat menggunakan ruangan instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya.

Contoh Lembar PIO

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT
No: ……   Tgl: ………  Waktu: ………   Metode: lisan/pertelp./tertulis
      1. Identitas Penanya
  Nama: …………………………                       Status: …………………
  No. Telp: ……………………
    2.  Data pasien
   Umur: …………………             Berat: …………... kg          
   Jenis Kelamin: L/P
   Kehamilan: Ya/Tidak …………. minggu
   Menyusui: Ya/Tidak           Umur bayi: ………..
    3.    Pertanyaan
   Uraian permohonan
   ...........................................................................................
   ...........................................................................................
   ...........................................................................................
  Jenis permohonan
ÿ Identifikasi obat             ÿ Dosis
ÿ Antiseptik                      ÿ Interkasi obat
ÿ Stabilita                        ÿ Farmakokinetik/Farmakodinamik
ÿ KontraIndika                  ÿ Keracunan
ÿ Ketersediaan obat          ÿ Penggunaan Terapetik
ÿ Harga obat                    ÿ Cara pemakaian
ÿ ESO                              ÿ Lain-lain       
    4.    Jawaban
    ..........................................................................................
    ..........................................................................................
    ..........................................................................................
 
    5.    Referensi
    ..........................................................................................
    ..........................................................................................
   
    6.    Penyampaian Jawaban : Segera dalam 24 jam, > 24 jam
   Apoteker yang menjawab: ………………………………………….
   Tgl: …………………………                    Waktu: …………………….
Metode Jawaban: lisan/tertulis/pertelp        

Senin, 08 Agustus 2011

Pelayanan Resep di Apotek


Menurut KepMenKes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 mengenai standar pelayanan kefarmasian di Apotek, pelayanan resep dibagi menjadi dua point penting sebagai berikut :
  1. Skrining resep yang mencakup persyaratan administrasi (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin); kesesuaian farmasetis (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan ketersediaan, cara dan teknik penggunaan, jumlah, dosis); serta pertimbangan klinis (alergi, penyalahgunaan jumlah pemberian, duplikasi, dosis/waktu penggunaan yang tepat, interaksi obat, ESO, regimen terapi, efek adiktif). 
  2. Penyiapan obat yang terdiri dari peracikan, etiket, kemasan yang diserahkan, informasi obat, konseling dan monitoring penggunaan obat.
Dalam melayani obat dengan resep dokter, ada beberapa peraturan yang perlu diperhatikan :
  1.  Apoteker tidak boleh mengganti obat generik dalam resep dengan obat paten. Penggantian obat yang tertulis dalam resep harus mendapat persetujuan dari dokter penulis resep. 
  2. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan pada pasien agar dapat digunakan dengan tepat, aman dan rasional. 
  3. Bila apoteker berpendapat ada kekeliruan dalam resep atau penulisan tidak tepat, Apoteker harus memberitahu dokter penulis resep.
Pelayanan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab Apoteker. Proses pelayanan resep di Apotek secara umum dapat dilihat pada skema sebagai berikut :