Selasa, 24 Mei 2011

Obat Generik versus Obat Paten


Obat paten dan obat generik? Sama atau beda khasiat dan kualitasnya? Mengapa yang satu harganya murah, dan mengapa yang satu mahal, bahkan bisa 10 kali lipat harga obat generik. Pertanyaan-pertanyaan ini memang sering ditanyakan masyarakat, dan dokter sendiri pun kadang bingung bagaimana menjawabnya. Masyarakat pun memiliki berbagai pendapat yang berbeda-beda. Kasus seorang pasien yang tidak puas karena diberi obat generik, pasien tersebut kembali ke ruang praktek dan berkata ”Saya minta obat yang bagus”. Sebaliknya ada pula pasien yang mengeluh diberi resep obat paten, ”kan ada yang murah, kok diresepnya pilih yang mahal”.

Pasien mempunyai hak untuk memilih resep generik atau paten, namun sebelum Anda memilih, silahkan dicermati perbedaan keduanya!

Obat generik adalah obat yang mengandung zat aktif sesuai nama generiknya, contoh parasetamol generik berarti obat yang dibuat dengan kandungan zat aktif parasetamol, dipasarkan dengan nama parasetamol, bukan nama merek. Dengan kata lain, obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

Obat paten adalah obat dengan nama dagang dan menggunakan nama yang merupakan milik produsen (pabrik) obat yang bersangkutan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik pembuatnya. Contoh: Pamol®, Panadol®, Sanmol® (zat aktifnya Parasetamol); Ponstan®, Mefinal®, ( zat aktifnya Asam mefenamat); atau Amoxsan®, Amoxil® (zat aktifnya Amoxicillin).

Mengapa OGB bisa murah?

Banyak orang meragukan khasiat OGB (Obat Generik Berlogo) karena harganya jauh dari obat branded (bermerek). Bisa jadi harganya hanya ¼-nya. Beberapa obat bahkan bisa jadi harganya 1/10 dari branded-nya. Wajar saja hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan produsen untuk menghasilkan obat lebih dari 50% merupakan biaya non-produksi, misal mengurus hak paten, promosi melalui iklan besar-besaran dengan ikon artis ibukota yang menghabiskan dana milyaran dan promosi melalui seminar atau pelatihan para tenaga kesehatan.
Sedangkan obat generik ditargetkan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas khususnya dalam hal daya beli obat. Oleh karena pemasaran obat generik tidak memerlukan biaya promosi (iklan, seminar, dll) maka harga dapat ditekan sehingga produsen (pabrik obat) tetap mendapat keuntungan, begitu pula konsumen mampu membeli dengan harga terjangkau. Kalaupun ada iklan OGB sifatnya massal dan dilakukan oleh pemerintah disebut iklan layanan masyarakat. Biaya yang dikenakan oleh media terhadap pemerintah jauh lebih kecil daripada iklan obat paten / branded yang jumlahnya bisa mencapai miliaran.


Bedakah khasiat OGB dengan obat branded?
Tidak hanya masyarakat awam, banyak tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, masih ragu dengan khasiat OGB. Banyak rekan dokter dan dokter gigi yang sangsi dengan khasiat OG karena kurangnya informasi yang sampai ke mereka. Faktor lainnya adalah gencarnya para detailer/medrep (medical representatif) dari produsen obat branded dengan memberikan “iming-iming” menarik jika meresepkan obat dari produsen tersebut.

Perlu diketahui bahwa, sebelum obat dipasarkan (baik obat generik maupun paten) terlebih dahulu harus dilakukan uji pra klinis (uji pada hewan) dan uji klinis (uji pada manusia) terkait khasiat dan toksisitas obat. Apabila ada obat baru yang akan dipasarkan, selain dilakukan uji pra klinis dan kilinis, juga dilakukan uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (uji BA/BE) terhadap obat yang sama yang telah lebih dulu beredar.

Pada dasarnya sebelum OGB dipasarkan harus dilakukan uji khasiat OGB pada sukarelawan sehat di RS (clinical trial fase I). Tes ini harus dilakukan di RS, didukung oleh dokter penanggung jawab yang mampu mengatasi munculnya efek samping, bahkan efek racun obat, dan para peneliti adalah ahli farmakologi biasanya dokter dan apoteker/farmasis.
Sehingga obat generik memiliki khasiat yang sama dengan obat paten pembanding dengan kata lain khasiat obat generik tidak berbeda signifikan terhadap obat patennya dengan catatan memiliki zat aktif dan dosis yang sama antara obat generik dan patennya.





Rabu, 18 Mei 2011

Perubahan Golongan Obat

Di Amerika semenjak September 1976 sampai Desember 2009 tercatat sebanyak kurang lebih 80 obat mengalami perpindahan dari obat ethical (hanya dapat diperoleh dengan resep) menjadi OTC (dapat diperoleh bebas baik di apotek maupun toko obat, dll). Tentunya FDA memberikan beberapa persyaratan suatu obat dapat dipindah dari obat ethical ke OTC. FDA memberikan persetujuan kepada obat yang akan dipindah kelasnya dari obat ethical menjadi OTC dengan pertimbang:

  1. Pasien dapat melakukan diagnosa sendiri terhadap penyakitnya. 
  2. Penyakit tersebut dapat disembuhkan dengan penanganan sendiri oleh pasien. 
  3. Obat tersebut bisa aman dan berkhasiat ketika digunakan sendiri oleh pasien dalam realitasnya.

Di Indonesia sendiri, perubahan golongan obat tercantum dalam Permenkes No.925 Tahun 1993 dan PerMenKes No. 1176 Tahun 1999. Permenkes No.925 Tahun 1993 tentang Perubahan Golongan OWA No.1, memuat perubahan golongan obat terhadap daftar OWA No. 1, beberapa obat yang semula OWA atau Obat Keras berubah menjadi Obat Bebas Terbatas atau Obat Bebas, disertai keterangan batasannya, contoh Hexetidine semula OWA menjadi Obat Bebas Terbatas dengan pembatasan sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan (kadar < 1%).



Perubahan OWA atau Obat Keras menjadi Obat Bebas atau Obat Bebas Terbatas diharapkan agar obat tersebut lebih mudah diakses pasien dan dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah tapi tentunya dengan beberapa pertimbangan, khususnya dari segi keamanan penggunaan obat tersebut. Obat Keras atau OWA bisa berubah menjadi Obat Bebas atau Obat Bebas Terbatas setelah data keamanan obat tersebut sudah benar-benar lengkap. Sebaliknya, OTC dapat juga berubah menjadi obat ethical jika OTC tersebut memiliki potensi besar untuk disalahgunakan.


























PerMenKes No. 1176 Tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3, juga memuat perubahan golongan obat wajib apotek. Beberapa obat dikeluarkan dari daftar obat wajib apotek, sbb :


Lampiran II Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999 Tanggal : 7 Oktober 1999
Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3





Rabu, 11 Mei 2011

OBAT WAJIB APOTEK (OWA)

Peraturan tentang OWA di Indonesia terdiri dari:
  1. KepMenKes No.347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek (OWA) No.1, berisi daftar obat yang dapat diserahkan tanpa resep oleh apoteker di apotek, mencakup oral kontrasepsi, obat saluran cerna (antasida, anti-spasmodik, anti-spasmodik analgetik, anti mual, laksan), obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas (obat asma, sekretolitik/mukolitik), obat sistem neuromuscular (analgetik antipiretik, antihistamin), antiparasit (obat cacing), obat kulit topikal (antibiotik topikal, kortikosteroid topikal, antiseptik lokal, antifungi lokal, anestesi lokal, enzim antiradang topikal, pemucat kulit.
  2. PerMenKes No.919 Tahun 1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, yaitu tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, dan obat memiliki rasio kemanfaatan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
  3. PerMenKes No.924 Tahun 1993 tentang OWA No.2, peraturan ini memuat tambahan daftar OWA yang dapat diserahkan apoteker.
  4. PerMenKes No.925 Tahun 1993 tentang perubahan golongan OWA No.1, memuat perubahan golongan obat terhadap daftar OWA No. 1, beberapa obat yang semula OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas, selain itu juga ada keterangan pembatasannya.
  5. KepMenKes No. 1176 Tahun 1999 tentang OWA No.3


LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR : 347/MenKes/SK/VII/1990
TANGGAL : 16 Juli 1990

OBAT KERAS YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP DOKTER OLEH APOTEKER DI APOTIK
(OBAT WAJIB APOTIK NO. 1)
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR : 924/MENKES/PER/X/1993
TENTANG : DAFTAR OBAT WAJIB APOTIK NO. 2

OBAT KERAS YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP DOKTER OLEH APOTEKER DI APOTIK
(OBAT WAJIB APOTIK NO. 2)

Lampiran 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999 Tanggal : 7 Oktober 1999
Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3
DAFTAR OBAT KERAS YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP DOKTER OLEH APOTEKER DI APOTIK
(DAFTAR OBAT WAJIB APOTIK NO. 3)

Rabu, 04 Mei 2011

PENGGOLONGAN OBAT

Obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sedian biologis (Penjelasan atas PP RI No. 72 th 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan).

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika, narkotika dan obat wajib apotek.

Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang boleh dipasarkan tanpa resep dokter atau dikenal dengan nama OTC (Over The Counter). Obat golongan ini dimaksudkan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Praktik seperti ini dikenal dengan nama self medication (pengobatan sendiri).

Obat golongan psikotropik/narkotika dikenal dapat menimbulkan ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu. Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

OBAT BEBAS
Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek atau toko obat, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam.

Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli dalam jumlah sedikit, jenis zat aktif pada obat golongan ini relatif aman sehingga pemakainnya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu, sebaiknya golongan obat ini tetap dibeli bersama kemasannya. Yang termasuk golongan obat ini yaitu obat analgetik/pain killer (parasetamol), vitamin dan multivitamin.

OBAT BEBAS TERBATAS
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W), yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter. Obat golongan ini ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam.

Contoh obat bebas terbatas antara lain obat flu/pilek, obat batuk, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini selalu tertera peringatan (seperti yang tertera pada Surat Keputusan No. 6355/Direktorat Jenderal/SK/69, berupa kotak kecil berukuran 5x2 cm berdasar warna hitam dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih, seperti pada gambar di bawah ini :


OBAT KERAS
 
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapat dengan resep dokter.
 
Obat keras terdiri dari:
  1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan lainnya.
  2. Daftar O atau Obat Bius/Anastesi adalah golongan obat-obat narkotika.
  3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau Psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya.
  4. OWA yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.
PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU RI No.5 Th 1997 ttg Psikotropika).
Contoh : Diazepam, Phenobarbital

Berdasarkan UU RI No.5 Th 1997 ttg Psikotropika, obat golongan ini dibagi menjadi 4 yaitu, psikotrpika gol. I, psikotrpika gol. II, psikotrpika gol. III dan psikotrpika gol. IV.

NARKOTIKA
Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah.

Obat narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi ketat sehingga obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep asli (bukan copy resep). Dalam bidang kedokteran, obat narkotika digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/penghilang rasa sakit.
Contoh : Morfin, Petidin

OBAT WAJIB APOTEK (OWA)
OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker kepada pasien. Walaupun Apoteker boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.
  1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
  2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Misalnya, golongan antibiotik, hanya boleh memberikan antibiotik topikal (untuk pemakaian luar) dan umumnya hanya boleh diberikan 1 tube saja.
  3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
Sampai saat ini oleh menteri kesehatan telah ditetapkan daftar OWA No. 1, OWA No. 2, dan OWA No. 3. Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
  1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
  2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
  3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
  4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
  5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Senin, 02 Mei 2011

Tips Memilih dan Membeli Produk Pangan

PASTIKAN Anda telah membaca label yang tertera pada kemasan sebelum memutuskan membeli suatu produk pangan. Informasi penting yang perlu Anda amati dari label produk pangan, antara lain :
  1. Kode registrasi produk. Ini untuk menandakan apakah produk tersebut sudah terdaftar di BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Produk yang telah teregistrasi biasanya telah dikaji keamanannya. Penyimpangan bisa saja terjadi jika produsen melakukan perubahan tanpa sepengetahuan BPOM setelah mendapatkan nomor registrasi. Namun dengan mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan secara rutin oleh BPOM, penyimpangan ini bisa terdeteksi.
  2. Ingredient atau bahan-bahan yang terkandung dalam produk pangan. Sebaiknya hindari membeli produk yang tidak mencantumkan informasi bahan kandungannya.
  3. Petunjuk aturan pakai. Informasi ini untuk memudahkan Anda dalam mengkonsumsi produk pangan.
  4. Informasi efek samping. Ini salah satu faktor penting yang perlu diketahui sebelum membeli dan mengkonsumsi produk pangan khususnya yang berisiko pada orang-orang tertentu.
  5. Expired date atau kadaluarsa produk. Pastikan produk pangan yang Anda beli masih belum kadaluarsa agar tetap terjamin keamanannya