Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran
napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis,
tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada
bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai
mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain
faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri
maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum
terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah,
limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara
Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di
samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan
dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan hilangnya hari kerja
ataupun hari sekolah, bahkan berakibat kematian (khususnya pneumonia).

Permasalahan-permasalahan di atas membutuhkan keterpaduan semua
profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya
dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara lain dengan
mengidentifikasi, memecahkan Problem Terapi Obat (PTO), memberikan konseling
obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik tentang obat bebas maupun
antibiotika.
OTITIS
MEDIA
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan
terbagi menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik.
Infeksi ini banyak menjadi problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media
mempunyai puncak insiden pada anak usia 6 bulan-3 tahun dan diduga penyebabnya
adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab sekunder yaitu menurunnya
imunokompetensi pada anak. Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya
infeksi saluran napas atas dan alergi. Beberapa anak yang memiliki
kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau
otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan (Otitis media kronik).
Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral dan tetes
bila disertai pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko
rendah (yaitu usia > 2 th serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan
ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko tinggi. Rejimen
antibiotika yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan
kedua. Antibiotika pada lini kedua diindikasikan bila:
- antibiotika pilihan pertama gagal
- riwayat respon yang kurang terhadap antibiotika pilihan pertama
- hipersensitivitas
- organisme resisten terhadap antibiotika pilihan pertama yang dibuktikan dengan tes sensitifitas
- adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotika pilihan kedua.
SINUSITIS
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan
ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi
pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang
menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti
adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah parah pada
malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan gejala yang
berat adalah di samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa
sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala
yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang
terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode
dalam 12 bulan. Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6
minggu.
Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari, kecuali bila menggunakan
azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat dipilih tertera pada tabel
3.1. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotika dapat
diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang kompleks diperlukan
tindakan operasi.
FARINGITIS
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis,
rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di
daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih
memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.
Terapi antibiotika ditujukan untuk faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus
Grup A, sehingga penting sekali untuk dipastikan penyebab faringitis sebelum
terapi dimulai. Terapi dengan antibiotika dapat dimulai lebih dahulu bila
disertai kecurigaan yang tinggi terhadap bakteri sebagai penyebab, sambil
menunggu hasil pemeriksaan kultur. Terapi dini dengan antibiotika menyebabkan
resolusi dari tanda dan gejala yang cepat.
Namun perlu diingat adanya 2 fakta berikut:
- Faringitis oleh Streptococcus grup A biasanya sembuh dengan sendirinya, demam dan gejala lain biasanya menghilang setelah 3-4 hari meskipun tanpa antibiotika.
- Terapi dapat ditunda sampai dengan 9 hari sejak tanda pertama kali muncul dan tetap dapat mencegah komplikasi.
Sejumlah antibiotika terbukti efektif pada terapi faringitis oleh
Streptococcus grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, cefalosporin
maupun makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan
keamanannya sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau.
Amoksisilin menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada anak dan menunjukkan efektivitas yang
setara. Lama terapi dengan antibiotika oral rata-rata selama 10 hari untuk memastikan eradikasi
Streptococcus, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari.
Berikut ini adalah panduan pemilihan antibiotika yang dapat digunakan.
Untuk infeksi yang menetap atau gagal, maka pilihan antibiotika yang
tersedia adalah eritromisin, cefaleksin, klindamisin ataupun
amoksisilinklavulanat.
Terapi faringitis non-streptococcus meliputi terapi suportif dengan
menggunakan parasetamol atau ibuprofen, disertai kumur menggunakan larutan
garam hangat atau gargarisma khan. Jangan menggunakan aspirin pada anak-anak
karena dapat meningkatkan risiko Reye’s Syndrome. Tablet hisap yang mengandung
antiseptik untuk tenggorokan dapat pula
disarankan.
BRONKHITIS
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan
sebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, namun
bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi penyakit ini
dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim
dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti polusi udara, dan
rokok.
Terapi antibiotika pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila
disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai
adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H. Influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga
adanya keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika disarankan. Untuk anak dengan batuk
> 4 minggu harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan
TBC, pertusis atau sinusitis.
Antibiotika yang dapat digunakan lihat tabel 5.1, dengan lama terapi 5-14 hari sedangkan pada bronkhitis kronik optimalnya selama 14 hari Pemberian antiviral amantadine dapat berdampak memperpendek lama sakit
bila diberikan dalam 48 jam setelah terinfeksi virus influenza A.
PNEUMONIA
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi sepanjang
tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat
pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi
kritis.
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara
empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah
bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang
berspektrum sempit sesuai patogen.
Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun pada kasus
yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan mendapat antibiotika parenteral.
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa adalah golongan
makrolida atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang
resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivat
fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh aspirasi
cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat.
Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan
baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan
keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila
pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali
sehari selama 10-14 hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar