Pengobatan DBD
bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi
berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan
syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan
penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan
plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke
fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga
sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan
peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat
diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah
trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan
kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma,
tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.
Diagnosis dini dan memberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang
penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD
sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik,
dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
1. Demam dengue
Pasien DD dapat
berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan
• Tirah baring,
selama masih demam.
• Obat antipiretik
atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
• Untuk menurunkan
suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat
tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
• Dianjurkan
pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
• Monitor suhu,
jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pada pasien DD, saat
suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda
awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD
tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati
bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan
kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai
berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus
segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi
setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
2. Demam Berdarah
Dengue
Keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu
saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari
peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari
ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari
1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau
lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal
pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian
khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan
jumlah trombosit < 50.000/41.
Fase
Demam
Tatalaksana DBD fase
demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD.
Rasa haus dan keadaan
dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis
minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100
ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus
diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping
antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi
ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu
transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai
suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia,
pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif.
Penggantian
Volume Plasma
Dasar patogenesis
DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase
a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian
volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap
30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan
dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian
volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma.
Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena
diperlukan, apabila
(1) Anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan
minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya
syok.
(2) Nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat
asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus
perlahan-lahan.
3. Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan
Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang berguna
untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami
syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD
dengan tekanan darah tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan
cairan kristaloid sebanyak 20ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kgBB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar